KONAWE UTARA, SULTRASATU.COM – PT Kelompok Delapan Indonesia (KDI) yang melakukan aktivitas pertambangan nikel di Desa Lameruru, Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) merespons sejumlah tudingan yang dilontarkan kepada pihaknya.
Kepala Supervisor PT KDI, Sutamin Rembasa membantah tudingan terkait royaliti dan pembebasan lahan yang tidak diberikan pihak perusahaannya kepada warga.
Ia menegaskan pembayaran royaliti terhadap masyarakat atas nama Jamil serta beberapa temannya telah ditunaikan pihak perusahaan. Bahkan, ia mengaku, pembayaran royaliti tersebut telah dilakukan beberapa kali.
Sutamin meminta kepada warga yang melakukan klaim lahan kepada perusahaannya hendaknya disertai dengan legalitas yang jelas.
“Seharusnya kalau ada klaim lahan harus mempunyai legalistas dalam bentuk sertifikat atau SKT (Surat Kepemilikan Tanah),” tegasnya.
Ia mengungkap, pihak perusahaannya sudah tak ingin lagi berurusan dengan hal demikian karena mulai ingin fokus untuk menambang.
“Karena sudah mau menambang, sehingga pimpinan kami tidak lagi mau berurusan terkait kepemilikan lahan,” jelas Sutamin.
Sutamin mengungkap, Jamil yang mengaku sebagai pemilik lahan sebelumnya pernah menjadi karyawan PT KDI selama 2 tahun.
“Dalam perjalananya, dia mengklaim lahan yang berada di IUP PT KDI seluas 4 hektar merupakan miliknya, berdasarkan Surat Keterangan Tanam tumbuh yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Lameruru, Aswad,” tuturnya.
Sementara menurut Sutamin, IUP PT KDI terbit pada tahun 2010. Sedangkan Surat Keterangan Tanam Tumbuh yang dikeluarkan Kades Lameruru tahun 2022.
“Pertanyaanya, kenapa bukan dari awal Jamil datang klaim, kenapa baru sekarang?” kata Sutamin.
Agar masalah tersebut tidak berlarut-larut, Sutamin mengatakan jika Jamil diberi kompensasi pertongkangnya dalam bentuk royaliti lahan.
Belakangan, Sutamin mengaku, Jamil muncul lagi dengan mengajukan penawaran agar dinaikan lagi kompensasinya menjadi 0,5 per metrik ton.
“Dalam perjalananya lagi, tiba-tiba dia muncul membawa ormas mengajukan permintaan agar dinaikkan menjadi 1 dolar per metrik ton serta meminta SPK ekslusif,” ungkapnya.
Sutamin mengaku pihaknya selaku PT KDI sudah melaporkan kepada penegak hukum untuk menguji keabsahan legalitas Surat Keterangan Tanam Tumbuh tersebut.
“Kami sudah laporkan Jamil dan Kepala Desa Lameruru Aswad di Polda Sultra. Insya allah hari Senin depan mereka akan dipanggil,” pungkasnya. (SS/Eko)