KONAWESELATAN, SULTRASATU.COM- Dimomen peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) yang ke-22 pada 2 Mei 2025, Ketua PPWI Sultra La Songo menyampaikan ucapan selamat dan pujian kepada pemerintah daerah, khususnya kepada Bupati Irham Kalenggo.
Ditengah gemerlap pujian dan retorika optimisme, pertanyaan besar muncul: Apakah realita di lapangan sejalan dengan kata-kata manis yang disampaikan.
La Songo menyebut Konawe Selatan sebagai daerah “subur dan penuh potensi” yang sedang menuju “kejayaan berkelanjutan”.
Namun, belum banyak data atau indikator pembangunan konkret yang mendukung klaim tersebut. Pembangunan fisik memang berjalan, tapi apakah kesejahteraan sosial sudah benar-benar dirasakan oleh rakyat di pelosok desa?
Ia memuji visi Bupati Irham Kalenggo yang disebut mengusung prinsip Konsel Setara, sehat cerdas dan sejahtera.
SETARA—Sederhana, Transparan, dan Berkeadilan. Sayangnya, hingga kini, masih banyak suara masyarakat yang mengeluhkan ketimpangan, kurangnya transparansi anggaran, serta minimnya ruang partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan strategis.
“Pemimpin dari rahim rakyat”, kata La Songo.
Tapi apakah suara rakyat sungguh-sungguh menjadi dasar setiap keputusan?
Program-program pembangunan cenderung masih elitis, terfokus di pusat kabupaten, sementara pinggiran dan wilayah pedalaman seolah hanya jadi penonton dari kejayaan yang dijanjikan.
Kritik ini bukan untuk menafikan capaian yang ada, namun sebagai alarm pengingat: Jangan sampai momen hari jadi ini hanya jadi pesta seremonial penuh kata-kata manis tanpa perbaikan nyata di sektor pelayanan publik, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.
La Songo juga berharap momentum ini jadi ajang kolaborasi lintas generasi. Namun sejauh ini, partisipasi pemuda dan perempuan dalam perumusan kebijakan masih sangat terbatas.
Pemerintah daerah perlu membuktikan komitmennya pada inklusivitas, bukan hanya menyebutkannya dalam pidato.
Konawe Selatan memang “tanah harapan”, tapi harapan tanpa tindakan konkret hanyalah ilusi. Perayaan hari jadi ini seharusnya menjadi titik refleksi: Sudah sejauh mana pemimpin daerah menyentuh realitas warga, bukan sekadar menampilkan narasi indah di ruang-ruang publik?
Kritik bukan bentuk permusuhan, melainkan wujud cinta pada daerah. Karena itu, masyarakat berhak berharap lebih dari sekadar janji- jani mereka berhak atas pemerintahan yang benar-benar bekerja, transparan, dan berpihak pada kebutuhan nyata rakyat. (SS/ED)