KENDARI, SULTRASATU.COM – Aliansi Masyarakat Sulawesi Tenggara (Sultra) melaporkan PT Arga Morini Indah (AMI) atas dugaan melakukan kegiatan penambangan di kawasan hutan produksi terbatas tanpa memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari pemerintah.
Pasalnya, kegiatan yang dilakukan PT AMI telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat 3 huruf a, b dan c.
Dan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.14/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/MENHUT-II/2011 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan (“Permenhut 14/2013”), UU telah mengatur Penambangan di kawasan Hutan Produksi Terbatas ( HPT ) harus mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan ( IPPKH ) merujuk pada UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan yang kemudian di perbaharui oleh UU No 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Ketua Aliansi Masyarakat Sultra, La Tanda mengatakan, PT. AMI merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam usaha eksplorasi nikel di Desa Talaga, Kabupaten Buton Tengah.
Dimana, Keberadaan ternyata tidak memberikan dampak positif bagi negara. Perusahaan tambang tersebut justru merugikan keuangan negara hingga puluhan miliar.
“Dugaan kerugian negara tersebut menyangkut tindak pidana di sektor kehutanan. Dan telah di lakukan perhitungan, kerugian negara atau lainya sebesar Rp 38,7 miliar oleh BPK RI,” kata La Tanda biasa di sapa Athan.
Sehingga lanjut Athan, berdasarkan LHP tersebut perlu di ketahui beberapa tindakan PT AMI diduga melakukan perbuatan melawan hukum.
“Apa yang di lakukan oleh PT AMI sangat jelas melanggar undang-undang nomor 17 tahun 2003, tentang Keuangan Negara dan di kuatkan dengan UU nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara pasal 1 ayat 24 terkait kerugian negara,” katanya.
“Bahkan, perbuatan melawan hukum oleh PT AMI masuk dalam pelanggaran UU nomor 31 tahun 1999 terkait pemberantasan tindak pidana Korupsi,” tambahnya.
Athan pun menjelaskan, bahwa bedasarkan hasil gerakan jilid III pada tanggal 31 Juli 2023, pibaknya telah masuk ke Dinas Kehutanan untuk mepertanyakan terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh PT AMI.
Bahkan, juga untuk menindak lanjuti pernyataannya dari Dinas Kehutanan, bahwa memang betul IPPKH PT AMI telah mati sehingga PT AMI di kenakan denda kurang lebih sebesar 16 M.
“Denda itu belum termasuk denda yang lainya dan kami juga mempertanyakan terkait langkah apa yang akan di ambil oleh dinas Kehutanan agar aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT. AMI segera ditutup karna telah melanggar aturan perundang-undangan,” jelasnya.
Tak hanya dinas Kehutanan, Gakkum pun menjadi salah satu instansi yang di tuju AMM sekaligus memasukan aduan untuk meminta pihak Gakkum turun langsung kelapangan untuk menutup aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT AMI di desa Talaga Raya Buton Tengah.
“Pihak Gakkum menindak lanjuti aduan yang telah kami masukan untuk diteruskan kepimpinan agar sesegera mungkin di proses. Kami juga bertandang di kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara bertemu dengan komisi 2 dan berdiskusi langsung agar dibuatkan jadwal RDP bersama APH dan Dirut PT AMI untuk membahas sudah sejauh mana APH menindak lanjuti aduan kami terkait tindakan PT AMI,” ungkap Athan.
Saat kami bertandang ke DPRD Provinsi, lanjut Athan, Komisi 2 menyampaikan bahwa akan dibuatkan agenda RDP secepatnya.
“Setelah dari kantor DPRD Provinsi kami melanjutkan rute ke Polda Sultra guna mempressure aduan yang kami masukan di tanggal 27 Juli 2023. Dan tanggapan dari pihak krimsus bahwa perkembangan aduan kami telah sampai di tahap (SP2HP) dan hari Kamis 3 juli 2023 akan dilakukan pemanggilan terhadap pihak PT AMI,” tutup La Tanda. (SS/Ed)