Headline News

Cegah Penularan Penyakit Difteri, Pemda dan Dinkes Konut Salurkan Bansos di Kecamatan Lasolo Kepulaun

Avatar
750
×

Cegah Penularan Penyakit Difteri, Pemda dan Dinkes Konut Salurkan Bansos di Kecamatan Lasolo Kepulaun

Sebarkan artikel ini
Ketgam: Foto Bupati Konut besama Dinas Kesehatan serta jajaram Forkopimda di sosialisasi pencegahan penyakit difteri dan pemberian imunisasi difteri secara masal.

KONAWE UTARA, SULTRASATU.COM – Sebagai langkah pencegahan penyakit Difteri, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Utara (Konut) dan Dinas Kesehatan (Dinkes) meyalurkan bantuan sosial (bansos) di Kecamatan Lasoslo Kepulaauan.


Selain menyalurkan bansos, Pemda Konut juga menggelar Slsosialisasi pelaksanaan Outbreak Response Immunization (ORI) yang dilaksanakan di balai desa Boenaga Kecamatan Lasolo Kepulauan, Sabtu 29 September 2023.

Bupati Konawe Utara, Dr. Ir. H. Ruksamin, ST.,MSI., IPU.,ASEAN.,Eng, dalam sambutannya menegaskan, bahwa pihaknya mendukung penuh upaya penanggulangan difteri. Dimana, Imunisasi sebagai upaya pencegahan harus lengkap dan mesti dilakukan secara rutin di seluruh wilayah Kabupaten Konawe Utara.

“Kegiatan hari ini adalah kegiatan yang sangat penting, sebab ini merupakan tugas kita bersama untuk diperhatikan dalam rangka menjaga serta menjamin keberlangsungan kesehatan masyarakat dan anak-anak generasi muda kita di masa mendatang,” ujar Ruksamin.

Menurut Ruksamin, Pemda dan semua yang terlibat harus memastikan agar masyarakat dan anak-anak sehat serta terhindar dari berbagai penyakit menular.

Sementara, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Utara, Ibu Nurjanah Effendi mengajak seluruh lapisan masyarakat bersama-sama untuk menekan angka kasus difteri.

BACA JUGA:  DLH Konkep Menyebut Tak Ada Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas PT GKP

Kegiatan dihadiri Forkopimda Kabupaten Konawe Utara, Perwakilan WHO (World Health Organization), Kementrian Kesehatan RI, Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara, Kepala OPD se-Kabupaten Konawe Utara, Camat Lasolo Kepulauan, Lurah se-Kecamatan Lasolo Kepulauan, serta Tokoh Masyarakat dan seluruh Masyarakat Kec. Lasolo Kepulauan.

Sebagai informasi, difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain toksin.

Penyakit ini ditandai dengan adanya peradangan pada tempat infeksi, terutama pada selaput mukosa faring, laring, tonsil, hidung, dan juga pada kulit.

“Manusia adalah satu-satunya reservoir Corynebacterium diptheriae. Penularan terjadi secara droplet (percikan ludah) dari batuk, bersin, muntah, melalui alat makan, atau kontak langsung dari lesi di kulit,” katanya.

Adapun, tanda dan gejala berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas, adanya nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tidak tinggi (kurang dari 38,5º C), dan ditemui adanya pseudomembrane putih/keabu-abuan/kehitaman di tonsil, faring, atau laring yang tidak mudah lepas, serta berdarah apabila diangkat.

BACA JUGA:  Maju Kembali di DPR RI, Tina Nur Alam Target Menang

Tercatat, sebanyak 94% kasus difteri mengenai tonsil dan faring. Pada keadaan lebih berat, dapat ditandai dengan kesulitan menelan, sesak nafas, stridor, dan pembengkakan leher yang tampak seperti leher sapi (bullneck).

Kematian biasanya terjadi karena obstruksi/sumbatan jalan nafas, kerusakan otot jantung, serta kelainan susunan saraf pusat dan ginjal.

Apabila tidak diobati dan penderita tidak mempunyai kekebalan, angka kematian adalah sekitar 50%, sedangkan dengan terapi, angka kematiannya sekitar 10% (CDC Manual for the Surveilans of Vaccine Preventable Diseases, 2017).

Angka kematian difteri rata-rata 5–10% pada anak usia kurang 5 tahun dan 20% pada dewasa (di atas 40 tahun) (CDC Atlanta, 2016). Penyakit difteri tersebar di seluruh dunia. Pada tahun 2014, tercatat sebanyak 7347 kasus, dan 7217 kasus di antaranya (98%) berasal dari negara-negara anggota WHO South East Asian Region (SEAR).

Jumlah kasus difteri di Indonesia dilaporkan sebanyak 775 kasus pada tahun 2013 (19% dari total kasus SEAR), selanjutnya jumlah kasus menurun menjadi 430 pada tahun 2014 (6% dari total kasus SEAR). Jumlah kasus difteri di Indonesia sedikit meningkat pada tahun 2016 jika dibandingkan dengan tahun 2015 (529 kasus pada tahun 2015 dan 591 pada tahun 2016).

BACA JUGA:  Residivis Alvin Lim Koar-koar, Alumni Lemhannas Desak Ditjenpas Benahi Lapas Salemba

Demikian pula jumlah Kabupaten/Kota yang terdampak pada tahun 2016 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan jumlah Kabupaten/Kota pada tahun 2015. Tahun 2015 sebanyak 89 Kabupaten/Kota dan pada tahun 2016 menjadi 100 Kabupaten/Kota.

Sejak vaksin toxoid difteri diperkenalkan pada tahun 1940-an, maka secara global pada periode tahun 1980–2000 total kasus difteri menurun lebih dari 90%.

Imunisasi DPT di Indonesia dimulai sejak tahun 1976 dan diberikan 3 kali, yaitu pada bayi usia 2, 3, dan 4 bulan. Selanjutnya, imunisasi lanjutan DT dimasukkan ke dalam program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada tahun 1984.

Untuk semakin meningkatkan perlindungan terhadap penyakit difteri, imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib mulai dimasukkan ke dalam program imunisasi rutin pada usia 18 bulan sejak tahun 2014, dan imunisasi Td menggantikan imunisasi TT pada anak sekolah dasar. (SS/Eko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!