KOLAKA UTARA, SULTRASATU. COM – Masyarakat Desa Waitombo, Desa Woise, dan Desa Lambai, Kecamatan Waitombo, Kabupaten Kolaka Utara (Kolut) mendesak Kepolisian Resor (Polres) Kolut agar segera menindak tegas terhadap sejumlah oknum massa yang memasuki kawasan Izin Usaha Pertambangan (IUP) eks PT PDP menggunakan alat pengeras suara dan senjata tajam disinyalir juga oknum massa tersebut sebagian ada yang bertindak anarkis.
Tokoh masyarakat di Kecamatan Lambai, Syahruddin mengatakan, bahwa masyarakat sangat terganggu dengan keberadaan sejumlah oknum massa tersebut.
Kata dia, demi ketertiban dan kenyamanan warga setempat meminta pihak aparat penegak hukum (APH) untuk membubarkan sejumlah oknum massa tersebut yang diduga notabenenya bukan warga Kolut.
“Apabila tidak ada arahan dan pembubaran massa anarkis tersebut maka kami warga asli setempat akan mengambil tindakan sendiri,” kata Syahruddin dalam keterangan pers yang diterima media ini, Minggu (1/10/2022)
Sebelumnya, pada tanggal 14 September 2022, ratusan massa yang mengaku karyawan PT Putra Darmawan Pratama (PDP) menduduki Jetty PT Kasmar Samudera Indonesia (KSI), yang merupakan tempat bersandarnya kapal tongkang yang memuat ore nikel milik masyarakat setempat.
Ratusan massa tersebut membuka portal atau pintu masuk lahan eks IUP PT PDP seluas 850 ha yang seharusnya dikelola oleh masyarakat setempat untuk dijadikan lahan pertanian, perkebunan dan hal-hal yang memberikan dampak positif kepada segenap masyarakat setempat.
Di konfirmasi terpisah, Ketua Umum Fraksi NKRI, Tajudin, membeberkan bahwa pada Tanggal 10 Juni 2021, Hakim telah menolak pemohon peninjauan kembali (PK) dari PT. PDP Terkait IUP Seluas 850 Ha yang telah di cabut ijinnya oleh Bupati Kolaka Utara Melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor : 64 PK/TUN/2021.
Akan tetapi PT. PDP justru masih mengabaikan putusan tersebut dan melakukan operasi pertambangan dengan alasan proses hukum masih berjalan.
Padahal peninjauan kembali adalah upaya hukum terakhir dan tidak bisa diganggu gugat. Olehnya itu, Tajudin, menegaskan masyarakat di Kecamatan Lambai sangat menyayangkan dan mempertanyakan Kebenaran dari Putusan Mahkamah Agung No :58 PK/TUN/2022 yang diputus pada 20 April 2022.
Tajuddin menilai kebijakan tersebut sangat bertentangan dengan pasal 66 ayat (1 dan 3) UU Mahkamah Agung dan pasal 24 (2) UU kekuasaan kehakiman.
Lanjut Tajuddin menyebutkan, pada pasal 66 ayat (1 dan 3) UU Mahkamah Agung Berbunyi “1. Pemohon peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1(satu) kali, 3. Permohonan Peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut pemohon peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi”.
Dan pada Pasal 24 (2) UU Kekuasaan Kehakiman berbunyi “Terhadap Putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali”.
“Atas dari regulasi itu . maka Pemohon peninjauan
kembali dapat diajukan hanya 1 kali, dan permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut pemohon
peninjauan kembali itu tidak dapat diajukan lagi,” tegas Tajuddin.
Tajuddin mensinyalir adanya Mafia Hukum terkait Putusan Mahkamah Agung RI No. Register 58 PK/TUN/2022 Yang ditetapkan pada tanggal 20 April 2022,
“Masyarakat sangat berharap agar ketua Mahkamah Agung mengevaluasi para Hakim Mahkamah Agung dengan terbitnya Putusan Nomor 58 PK/TUN/2022 yang dinilai sangat bertentangan dengan pasal 66 ayat (1 dan 3) UU Mahkamah Agung dan pasal 24 (2) UU Kekuasaan Kehakiman,” ujarnya.
Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Ditreskrimsus Polda Sultra mengatakan bahwa lahan tersebut merupakan milik masyarakat yang masuk dalam IUP PDP yang sementara masih sedang dalam pengurusan. (Ar)