KENDARI, SULTRASATU.COM- Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Sulawesi Tenggara (Sultra) Bahari mengatakan, alasan ASN harus bersikap netral pada Pilkada sudah jelas.
Bahari memaparkan, netralitas ASN dalam Pemilu dijelaskan dalam Pasal 2 UU No 5 Tahun 2014 yang berbunyi:
“Setiap pegawai ASN harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan tertentu”.
“Pada intinya, tidak ada sedikitpun celah yang dapat dimainkan oleh seorang ASN terkait dengan proses Pemilihan Umum Kepala Daerah,” ujar Bahari, Jumat (12/7/2024).
Dia menegaskan, di era media sosial dan digital yang serba cepat saat ini, informasi beredar cepat. Kata dia, semua mata dapat melihat dan mendengar apapun yang kita lakukan.
“Silent reader lebih aman. Intinya, jika terdapat topik pembahasan terkait dengan partai politik maupun para calon kontestan pemilu dan pemilihan, segera tinggalkan dan abaikan,” tegasnya.
Dia menjelaskan, sudah ada surat Keputusan Bersama lintas lembaga yang ditandatangani Bawaslu. Yakni, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Selanjutnya, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun 2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan.
Surat edaran ini memberikan pedoman yang wajib disosialisasikan bagi pegawai, pimpinan unit, dan unit kerja dalam menjaga integritas, profesionalisme, netralitas, objektivitas, serta kebebasan dari intervensi politik, korupsi, kolusi, dan nepotisme
Dia mengatakan, politisasi birokrasi terhadap ASN berdampak buruk terhadap kualitas kinerja ASN. Sebab, rawan digunakan untuk tujuan memenuhi keinginan golongan tertentu. Hal ini, sudah pasti menimbulkan kerugian bagi negara.
“Dibutuhkan sebuah pengaturan dan pengawasan yang ketat terhadap pejabat yang berkuasa untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang jabatan (abuse of power),” kata Bahari.
Dia berpesan, pejabat publik, baik berasal dari politik ataupun independen, tidak boleh menempatkan ASN sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan. Sesuai aturan undang-undang, ASN bekerja untuk negara.
“Pembentuk produk hukum sejatinya harus mampu memisahkan secara tegas antara elemen perumus dan penentu kebijakan dengan pelaksana kebijakan, sehingga terdapat ranah yang jelas dan pelaksanaan yang profesional,” ujar Bahari.
Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan soal batas wajar ASN terlibat dalam kampanye di Pilkada 2024. Kata Tito, ASN bisa hadir dalam kampanye Pilkada.
Namun, sudah ada batasan yang tidak bisa dilewati ASN, sebab sanksi tegas menanti jika berani melanggar.
“Kalau teman-teman ASN, mereka memiliki hak pilih dan diatur Undang-undang nomor 7 tahun 2017. Sedangkan TNI Polri tidak,” tegas Tito Karnavian.
Tito menjelaskan, ASN hanya boleh hadir di kampanye. Dalam hal ini, kehadiran ASN hanya bersifat pasif dan tidak terlibat aktif dalam kampanye. Sebab, kata Tito, ASN memiliki hak pilih.
“Dia (ASN) hanya boleh datang mendengar apa yang disampaikan calon pemimpin, sehingga dia memiliki pemahaman siapa calon pemimpin yang akan dipilih,” lanjut Tito.
Tito menjelaskan, yang tidak boleh dilakukan ASN yakni ikut kampanye aktif. Contoh Kampanye aktif dimaksud yakni, ikut berkampanye, mengelola kampanye, memobilisasi massa dan ikut yel-yel calon kepala daerah atau gubernur. (SS/Ed)