KENDARI, SULTRASATU.COM – Praktik jual beli seragam sekolah di berbagai jenjang pendidikan di Sulawesi Tenggara kembali menuai sorotan. Dewan Pembina Lembaga Aliansi Pemerhati Pendidikan (AP2) Sultra, La Ode Hasanuddin Kansi, secara tegas mendesak Gubernur Sultra dan Wali Kota Kendari untuk segera mengambil tindakan konkret terhadap dugaan pungutan liar (pungli) berkedok pengadaan seragam sekolah yang dilakukan oleh oknum guru dan pihak sekolah.
Menurut Hasanuddin, praktik semacam ini lazim terjadi setiap tahun ajaran baru, mulai dari tingkat TK, SD, SMP hingga SMA/SMK. Ia menilai, praktik jual beli seragam yang diwajibkan oleh pihak sekolah bukan hanya mencederai dunia pendidikan, tetapi sudah mengarah pada bentuk “bisnis haram” yang dilakukan secara sistematis dan massif.
“Fenomena ini bukan hal baru, tapi telah menjadi kebiasaan buruk yang dibiarkan terus berlangsung. Ada oknum yang menjadikan momen penerimaan siswa baru sebagai ajang mencari keuntungan pribadi lewat kewajiban membeli seragam di tempat tertentu,” ungkapnya dalam keterangan pers, Sabtu (6/7/2025).
Ia menambahkan, kewajiban membeli seragam di vendor tertentu yang telah ditentukan oleh pihak sekolah tanpa opsi lain, telah membebani para orang tua siswa, terutama dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
“Ini bukan sekadar soal pakaian, tapi soal keadilan. Tidak sedikit orang tua terpaksa berutang demi memenuhi ‘paket seragam wajib’ yang nilainya bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah, padahal harga pasar jauh lebih murah,” jelas Hasanuddin.
AP2 Sultra juga menyoroti adanya dugaan gratifikasi dan kerja sama tersembunyi antara oknum sekolah dan penyedia seragam. Untuk itu, pihaknya meminta agar dibentuk tim independen guna menelusuri aliran dana dan pola bisnis di balik pengadaan seragam sekolah tersebut.
“Kami mendesak Gubernur Sulawesi Tenggara dan Wali Kota Kendari segera turun tangan. Bentuk tim investigasi atau audit independen. Jangan biarkan praktik ini mencoreng integritas dunia pendidikan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Hasanuddin juga mendorong aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga kejaksaan, untuk aktif menindaklanjuti dugaan korupsi dalam praktik jual beli seragam di sekolah-sekolah negeri.
“Kami dari AP2 siap memberikan data dan bukti awal jika diperlukan. Kami minta Dinas Pendidikan tidak hanya jadi penonton atau bahkan justru melindungi oknum pelaku di balik praktik ini,” tambahnya.
Sorotan terhadap praktik jual beli seragam sekolah mencuat di tengah meningkatnya beban ekonomi masyarakat pasca-pandemi. Sejumlah aktivis pendidikan dan tokoh masyarakat juga menyuarakan perlunya regulasi tegas dan larangan resmi agar sekolah tidak lagi menjadi ladang bisnis terselubung.
Publik kini menanti keseriusan pemerintah daerah serta aparat hukum untuk bertindak tegas. Jika tidak, praktik ini dikhawatirkan akan terus menjamur dan semakin merusak citra dunia pendidikan di Bumi Anoa. (SS/ED)