KENDARI, SULTRASATU.COM- Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara (Sultra) terus mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir.
Menurut data Sistem Informasi Online Perempuan Perlindungan dan Anak (Simfoni PPA) yang berhasil di dokumentasikan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Sultra, tercatat ada 1399 kasus.
Data tersebut tetap dianggap sebagai puncak gunung es karena lebih banyak kasus yang tidak terlaporkan.
Dari data tersebut, tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak didominasi kasus kekerasan seksual. Mayoritas korbanya berusia anak. Bahkan terdapat perempuan korban perkosaan yang usianya masih di bawah delapan tahun dan berasal dari keluarga kurang mampu.
Kondisi memprihatinkan itu pun mendorong sejumlah organisasi masyarakat sipil berkolaborasi membentuk Tim Advokasi Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Sultra.
Tim ini kemudian bekerja secara swadaya menyusun kertas posisi, yang melahirkan sejumlah rekomendasi pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Dengan adanya kertas posisi ini, diharapkan kebijakan yang diambil dapat lebih terarah, berbasis bukti, dan memiliki dampak nyata dalam meningkatkan kesejahteraan serta perlindungan bagi perempuan dan anak di wilayah Sultra,” kata juru bicara tim advokasi tersebu Yustina Fendrita.
Sebagai tindak lanjut, kertas posisi itu diserahkan ke DPRD Sultra pada Kamis 8 Mei 2025. Diterima langsung oleh Wakil Ketua DPRD Sultra, Hj Hasmawati, yang dilanjutkan dengan dialog.
Sejumlah anggota perempuan DPRD Sultra yakni Isyatin Syam, Harmawati, Rosni, dan Hartini turut hadir berdialog. Mereka menyatakan keprihatinan terhadap maraknya kasus kekerasan tersebut, dan siap berperan agar upaya penanganan dan pencegahan dapat berjalan maksimal.
“Kami sangat prihatin dengan kondisi kekerasan perempuan dan anak yang terus saja mengalami peningkatan. Ini tentu penting untuk kita perjuangkan bersama-sama agar permasalahan ini bisa diatasi,” ujar Hasmawati.
Dalam dialog itu pun disepakati bahwa DPRD akan mendorong revisi peraturan daerah tentang perlindungan perempuan dan anak di Sultra. Secara teknis akan dibahas lebih lanjut dalam rapat khusus.
Selain itu, pihak DPRD Sultra siap menggelar pertemuan rutin dengan pemerhati perempuan dan anak yang tergabung dalam tim advokasi tersebut. Dengan demikian, proses evaluasi terus berjalan dan rekomendasi penanganan serta pecegahan dapat dipastikan berjalan.
Sementara itu, sejumlah organisasi masyarakat sipil yang terhabung dalam tim advokasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sultra tersebut, di antaranya Rumpun Perempuan Sultra (RPS) , Forhati Sultra, Aliansi Jurnalid Independen (AJI) Kota Kendari, Lambu Ina Sultra, Jaringan Perempuan Pesisir, dan Aisyiah Sultra. (SS/MT)