KONAWE, SULTRASATU.COM – Kepala Badan Pertanahan (BPN) Kabupaten Konawe, Muhamad Rahman, S.SiT, MM mengapresiasi gagasan Persatuan Pewarta Warga (PPWI) Sulawesi Tenggara.
Apresiasi yang dimaksud adalah soal penajaman sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1997 yang didalamnya memuat surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah.
Menurut Kepala BPN Konawe, gagasan dari PPWI untuk memberi masukan agar sosialisasi program tersebut bisa menjadi solusi atas sejumlah permasalahan pada dokumen alas hak atas tanah yang cenderung bermasalah hukum.
Dipaparkan Rahman, secara mendasar dokumen alas hak atas tanah merupakan dokumen yang dijadikan sebagai alat pembuktian serta sebagai bukti awal pengusaan tanah milik masyarakat. Sehingga dipandang perlu menjadi prioritas untuk pengurusannya bagi masyarakat yang belum memilikinya.
“Umumnya, dokumen alas hak atas tanah yang kita kenal dengan ‘sertifikat tanah’ dan untuk membuat sertifikat mandiri melalui sejumlah mekanisme proses hingga terbitnya sertifikat itu,” katanya saat melakukan silaturahim dengan rombongan DPD PPWI Sultra, Kamis 2 Maret 2023.
Lebih lanjut, Rahman mengungkapkan, proses pengurusan sertifikat tanah terlebih dahulu kelengkapan dokumen dan syarat yang berlaku atas penguasaan tanah sebelum ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui loket pelayanan sertifikat tanah.
Selain itu, akan diminta mengisi formulir dan dilakukan verifikasi dokumen kemudian mendapatkan Surat Tanda Terima Dokumen (STT) serta Surat Perintah Setor (SPS) yang selanjutnya harus dibayarkan.
“Setelah pembayaran biaya pengukuran tanah dan pendaftaran sertifikat tanah, petugas ukur dari BPN akan melakukan pengukuran tanah dan memasang tanda batas tanah. Dalam proses ini diwajibkan hadirnya sejumlah saksi atas tanah tersebut. Hasil dari pengukuran akan diproses dan dilanjutkan untuk membuat surat keputusan sertifikat tanah dari kantor BPN,” jelasnya.
Setelah tahapnya dilakukan secara keseluruhan, menunggu proses pemeriksaan tanah dari BPN.
“Terpenting, mengecek kembali pemasangan tanda batas tanah yang telah dilakukan sebelumnya. Dan setelah semuanya jelas, ada kewajiban pelunasan pembayaran untuk memperoleh sertifikat tanah dari BPN,” tambahnya.
Menyinggung Surat Keterangan Kepemilikan Tanah (SKT) yang di keluarkan kepala desa atau camat, merupakan salah satu rujukan dan alat pedukung untuk proses pengurusan alas hak atas tanah berupa sertifikat tanah.
“SKT hanya sebatas dokumen pendukung untuk proses pengurusan sertifikat tanah. Bukan yang diisyaratkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 yang sudah menyertakan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah,” ungkap Ketua BPN Konawe.
Sementara itu, Ketua DPD PPWI Sultra La Songo menyampaikan bahwa sinergi bersama Badan Pertanahan Nasional baik di tingkat Kanwil maupun di daerah terkait program penajaman sosialisasi PP No. 24 Tahun 1997 akan terus di kawal dan disuarakan kepada masyarakat luas melalui saluran PPWI Media Group baik lokal maupun nasional.
Lebih lanjut La Songo, program ini akan kita kawal dan sosialisasikan terus sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat luas agar bisa memahami langkah-langkah dan proses pengurusan sertifikat tanah.
“Sebaiknya dokumen Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah sudah menjadi pertimbangan bagi pemilik tanah untuk dimiliki jika dibandingkan dengan SKT yang bisa saja terdapat banyak kelemahannya,” tandas La Songo.
Tentunya kata Ketua PPWI Sultra, penajaman sosialisasi dokumen Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah ini juga akan menyasar para lurah dan kepala desa sebagai ujung tombak rekapan administrasi kepemilikan lahan dan tanah warga di tingkat desa dan kelurahan.
“Waktu dekat ini, DPD PPWI Sultra akan bersurat ke Kanwil BPN Sulawesi Tenggara sebagai wujud peran pewarta warga bersinergi bersama BPN untuk penajaman sosialisasi PP No. 24 Tahun 1997,” tutup La Songo.(*)